Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita dari Ponorogo

Penulis: Siti Rahmah

Koordinator Distrik Kabupaten Ponorogo

Ponorogo termasuk dalam 15 kabupaten/kota terbesar di Indonesia yang memasok buruh migran ke luar negeri. Mayoritas para buruh migran tersebut adalah orang tua yang memiliki anak remaja perempuan. Salah satu dampak dari kepergian mereka untuk bekerja di luar negeri yaitu banyaknya remaja perempuan yang mengalami kehamilan tidak direncanakan (KTD). Hampir 90% orang tua mengajukan permohonan menikah di bawah umur ke pengadilan agama lantaran kejadian KTD tersebut.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo, KTD juga menjadi faktor dominan penyebab tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) selain faktor usia dan penyakit. Walau AKI pada remaja akibat KTD tidak ditemukan. Sejak 2015, Ponorogo memiliki 15 kasus AKI per tahun dan yang paling tinggi terjadi pada 2017 dengan 18 kasus. Sementara, kejadian keguguran terus meningkat setiap tahun dan menurut catatan fasilitas kesehatan setempat sebanyak 519 kejadian keguguran terjadi pada 2019.

Atas dasar data-data tersebut, Kabupaten Ponorogo dipilih menjadi fokus area kerja program PEKERTi. Selain itu semua layanan asuhan pasca keguguran di fasilitas kesehatan Kabupaten Ponorogo masih menggunakan metode kuretase tajam—yang mana sudah tidak direkomendasikan oleh WHO karena berisiko tinggi. Bersama dengan Dinas Kesehatan setempat, Yayasan IPAS Indonesia mengembangkan layanan Asuhan Pasca Keguguran (APK) yang komprehensif dan berpusat pada perempuan di 4 fasilitas kesehatan, yakni RSUD Dr. Harjono, RSU Aisyiyah, Puskesmas Bungkal, dan Puskesmas Kauman.

Peningkatan kapasitas pada tenaga kesehatan, penyediaan pencatatan, dan pelaporan maupun dukungan terhadap protokol klinis agar mampu menyediakan layanan APK yang komprehensif dilakukan bersama Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan-Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM). Selain itu Yayasan IPAS Indonesia juga memberikan bantuan alat, perlengkapan, dan obat untuk mendukung pelaksanaan layanan APK yang komprehensif.

Yayasan IPAS juga berkolaborasi dengan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) dan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) yang sudah lama bekerja di tingkat komunitas masyarakat Kabupaten Ponorogo. Kedua mitra ini mendampingi semua desa di Kecamatan Bungkal yang mewakili area rural dan Kecamatan Kauman yang mewakili daerah semi urban. Dari keduanya, Kauman memiliki tingkat persalinan tertinggi di Kabupaten Ponorogo. 

Berdasarkan hasil studi Migunani tahun 2017 bersama Yayasan IPAS Indonesia ditemukan bahwa masyarakat masih menganggap tabu pembahasan kesehatan reproduksi terutama pada remaja karena khawatir adanya penyalahgunaan informasi. Sosialisasi terkait kesehatan reproduksi masih terbatas pada upaya pengaturan kehamilan dan penggunaan alat kontrasepsi, menstruasi, dan penyakit organ reproduksi. Belum ada program khusus bagi remaja di sekolah atau di layanan kesehatan yang memberikan layanan kesehatan reproduksi secara komprehensif dan berkelanjutan.

Sejak Maret 2019 banyak kegiatan yang dilakukan oleh PDA dan YKP untuk mengatasi gap informasi ini. Mulai dari penguatan kapasitas Key Influencer, memaksimalkan media digital untuk penyebaran informasi kesehatan reproduksi di kalangan remaja, advokasi sederhana di tingkat pemerintahan desa, edukasi dengan berbagai media pada kelompok remaja dan perempuan usia reproduksi, melatih jurnalis agar bisa memahami secara komprehensif isu kesehatan reproduksi. Diharapkan semua kerja tersebut mampu menyediakan informasi yang tepat dan berpihak pada perempuan.

Pelaksanaan program PEKERTi yang dijalankan bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo masih menemukan beberapa tantangan. Namun, Yayasan IPAS Indonesia mendukung pemerintah Kabupaten Ponorogo untuk bisa menunjukkan komitmennya terhadap pendidikan kesehatan reproduksi yang berpusat pada perempuan dan berkelanjutan demi mengurangi AKI, KTD, dan pernikahan anak di bawah umur.

Leave a comment

Go to Top
EN ID