Lokakarya Manajemen Klinis Penyintas Perkosaan Bagi Perempuan dan Anak Perempuan
Oleh Yayasan IPAS Indonesia
Hai sahabat Ipas! Bagaimana kabar kalian di tengah pandemi COVID-19 ini? Stay safe ya dan selalu perhatikan protokol kesehatan!
Kalian pernah dengar tidak sih kisah tentang teman, kerabat, atau bahkan keluarga perempuan dan remaja perempuan yang menjadi penyintas perkosaan? Pernah dengar ya? Lalu jika kalian amati, apakah mereka cendrung akan menutup-nutupi atau bercerita dan melaporkan kepada pihak berwajib?
Ternyata di Indonesia, perkosaan banyak sekali terjadi meskipun tidak banyak diketahui dan kejadiannya sering ditutup-tutupi. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa dari 17.088 kasus kekerasan seksual yang terjadi selama tahun 2016-2018, 52% nya atau 8.797 diantaranya merupakan kasus perkosaan. Banyak banget kan! Terus gimana nih kalau orang terdekat kamu ada yang mengalami perkosaan? Kamu sebagai kerabat terdekat apakah tahu harus memberikan saran apa?
Perkosaan itu memiliki dampak secara fisik, psikis, maupun sosial terhadap penyintas yang dapat berakibat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pernah dengar tidak ada yang depresi karna diperkosa oleh orang yang tidak bertanggung jawab? Atau malah ada yang sampai hamil karna perkosaan? Nah, karena banyak dampak buruknya, penyintas perkosaan ini butuh untuk didengarkan, dipahami kekhawatirannya dan kebutuhannya, mendapatkan dukungan serta keamanan. Negara menjamin adanya layanan bagi korban penyintas perkosaan, baik dari segi Kesehatan termasuk penghentian kehamilan karna perkosaan hingga layanan konseling psikologi dan hukum. Nah, kita sebagai kerabat dekat harus memastikan nih bahwa penyintas ini mendapatkan informasi yang tepat, layanan yang baik dan berkualitas serta aman termasuk alur rujukannya.
Karenanya, Yayasan Ipas Indonesia bekerja sama dengan RS Bhayangkara tingkat II Kota Semarang melakukan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di sana untuk dapat memberikan layanan klinis korban perkosaan. Layanan yang dimaksud terdiri dari layanan medis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit), pembuatan Visum et Repertum, pembuatan rape kit dan layanan psikososial. Seluruh layanan ini diperlukan bagi penyintas perkosaan agar dapat terlayani sesuai dengan prinsip penanganan kasus perkosaan yang berpusat pada perempuan. Kegiatan ini dipimpin oleh Dokter Spesialis Forensik RSCM/FK UI, dr Oktavinda Safitri, SpFM(K), MPdKed, yang mana beliau sudah memiliki pengalaman dalam bidang kekerasan seksual lebih dari 20 tahun. Selain itu, Direktur Eksekutif Yayasan Ipas Indonesia, dr Marcia Soumokil, MPH, juga memberikan materi di awal terkait pemahaman persepsi terkait kekerasan pada perempuan dan anak perempuan penyintas perkosaan. Sehingga sebelum mendapatkan pelatihan klinis, seluruh peserta sudah satu pemikiran dulu nih terkait persepsi yang dialami oleh penyintas perkosaan.
Peserta yang hadir mengikuti kegiatan ini terdiri dari tenaga kesehatan, yaitu dokter spesialis forensic, dokter spesialis obgyn, dokter umum, perawat, bidan, dan Tim Forensik Klinik RS Bhayangkara tingkat II Semarang. Diskusi yang terjadi berjalan sangat menarik, salah satunya adalah tindak lanjut dari kegiatan ini berupa sosialisasi layanan klinis korban perkosaan kepada masyarakat umum dan koordinasi lintas sektor (penyidik dan kejaksaan) terkait layanan di RS Bhayangkara. Diharapkan dari kegiatan ini, penyintas perkosaan menjadi lebih aman dan nyaman dalam melaporkan kejadian yang menimpa dirinya serta mendapatkan layanan medis dan non medis yang berkualitas yang berorientasi kepada perempuan.
Referensi:
- CATAHU 2019 Komnas Perempuan: Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 2018
- PP Nomor 61/2014 dan PMK Nomor 3/2016
Kategori
Tag
Dapatkan
Nawala Kami
Nawala Kami
Berikan Komentar
