Mengapa Perempuan Membutuhan Layanan Asuhan Pasca Keguguran?

Oleh Yayasan IPAS Indonesia

Masalah kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan memberikan dampak pada generasi selanjutnya. Namun saat ini di Indonesia masih dihadapkan oleh tingginya angka kematian ibu yaitu 305 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (SUPAS). Karenanya, memberikan perhatian terhadap kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi sangatlah penting karena berarti menanamkan investasi jangka panjang dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2012, diketahui bahwa 4% kasus kematian ibu terjadi pada kehamilan kurang dari 20 minggu yang disebabkan oleh abortus/keguguran. Meskipun sesungguhnya sangat banyak terjadi dan memiliki potensi menimbulkan dampak fisik dan psikis yang cukup serius, tetapi keguguran sebagai masalah kesehatan reproduksi pada perempuan usia subur seringkali luput dari perhatian masyarakat. Keguguran juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu yang utama di trimester pertama kehamilan, sehingga asuhan pasca keguguran yang komprehensif, meliputi konseling, tatalaksana medis, Iayanan Keluarga Berencana (KB)/kontrasepsi, rujukan ke layanan lain, serta kemitraan dengan masyarakat perlu dilakukan.

Keguguran, yang dikenal dengan istilah abortus, didefinisikan sebagai berakhirnya kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar rahim (viable), yaitu sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat janin belum mencapai 500 g. Berbagai penelitian mengenai angka kejadian keguguran menunjukkan hasil yang beragam, dengan metode dan populasi yang berbeda. Diperkirakan satu dari empat perempuan yang pernah hamil pernah mengalami keguguran dalam hidupnya, sebagian besar kasus terjadi di trimester pertama kehamilan, sedangkan estimasi insidens keguguran pada kehamilan berkisar antara 10-28%.

Kajian determinan kematian ibu oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI tahun 2012 menyebutkan bahwa 4,1% kematian ibu di Indonesia terjadi karena keguguran. Selain kematian, keguguran juga dapat menyebabkan masalah kesehatan, baik fisik maupun psikologis. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang mengalami keguguran memiliki risiko yang lebih tinggi terkait gangguan kejiwaan, penggunaan obat-obatan terlarang, upaya bunuh diri, gangguan tidur, stres, dan penurunan status kesehatan secara umum. Laporan Riskesdas tahun 2010 menunjukkan angka keguguran spontan yang lebih rendah dibandingkan penelitian-penelitian di luar negeri, yang mungkin berkaitan dengan perbedaan metode survei. Laporan menyebutkan bahwa sebanyak 4% dari perempuan kawin usia 10-59 tahun yang mengalami kehamilan dalam lima tahun terakhir menyebutkan adanya riwayat keguguran spontan.

Namun demikian, tidak semua kasus keguguran yang datang ke fasilitas kesehatan merupakan keguguran yang terjadi secara spontan. Kasus keguguran yang ditemukan tenaga kesehatan mungkin saja merupakan lanjutan dari upaya pengguguran kehamilan atau induksi keguguran (induced abortion) yang telah dilakukan sebelumnya dengan metode yang tidak aman. Upaya induksi keguguran dilakukan baik pada kehamilan yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan, pada perempuan yang sudah menikah maupun yang belum. Data SDKI 2017 menunjukkan bahwa sekitar 15% kelahiran pada perempuan usia 15-49 tahun tidak diinginkan pada saat itu, dan 12% perempuan belum kawin usia 15-24 tahun pernah mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Saat ini diperkirakan ada 25 juta kejadian induksi keguguran yang tidak aman yang terjadi di dunia setiap tahunnya, dan berujung pada kematian lebih kurang 44.000 perempuan.

Di Indonesia, belum ada data epidemiologis yang akurat untuk menggambarkan kondisi terkini di masyarakat, namun penelitian di tahun 2000 memperkirakan bahwa angkanya mencapai 2 juta per tahun. Lebih lanjut, data Riskesdas tahun 2010 menyebutkan bahwa 49,4% upaya induksi keguguran dilakukan oleh diri sendiri, dan metode yang paling sering digunakan meliputi pil (39,7%), jamu (39%), dan pijat (16,3%). Induksi keguguran yang tidak aman dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk perdarahan, sepsis, peritonitis, dan trauma pada serviks, vagina, uterus, dan organ perut. Satu dari empat perempuan yang melakukan induksi keguguran yang tidak aman berisiko mengalami disabilitas sementara maupun permanen yang membutuhkan pelayanan medis.

Berbagai data di atas menekankan pentingnya asuhan pasca keguguran yang komprehensif dan berkualitas bagi semua perempuan yang mengalami keguguran. Asuhan tersebut meliputi tatalaksana medis untuk mengeluarkan sisa hasil konsepsi dari uterus, di mana penelitian menunjukkan bahwa pada sekitar 28% kasus keguguran spontan, jaringan hasil konsepsi tidak keluar secara lengkap dan membutuhkan tatalaksana lebih lanjut. Asuhan juga bertujuan memberikan konseling dan dukungan psikososial untuk mencegah masalah kejiwaan seperti kecemasan dan depresi, yang dilaporkan pada hampir 20% kasus keguguran. Selain itu, asuhan juga meliputi layanan KB untuk perencanaan kehamilan selanjutnya, rujukan ke layanan kesehatan lain, serta pemberdayaan masyarakat. Asuhan pasca keguguran yang diberikan harus berorientasi pada perempuan (woman-centered), di mana layanan tersebut semestinya dapat diakses oleh perempuan dari berbagai latar belakang sosioekonomi, memberikan pilihan dan menghargai keputusan perempuan, serta diberikan dengan kualitas yang baik. Hal ini sangat diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan perempuan, menghindari berbagai komplikasi, dan mencegah terjadinya kematian ibu. Sayangnya, meskipun keguguran merupakan kondisi yang sangat lazim ditemui, asuhan pasca keguguran seringkali belum optimal, masih berfokus hanya pada tatalaksana medis keguguran dan belum diselenggarakan secara komprehensif. Hal ini karena tidak disertai pemberian konseling dan dukungan psikososial, layanan kontrasepsi pasca keguguran, hingga rujukan ke layanan lain yang dibutuhkan. Selain itu, juga diperlukan diupayakan agar tatalaksana medis diberikan sesuai dengan rekomendasi ilmiah berbasis bukti.

Metode kuretase tajam yang banyak dilakukan sebagai tatalaksana operatif kasus pasca keguguran telah diketahui meningkatkan risiko komplikasi sindroma Asherman dan persalinan preterm, serta ditengarai meningkatkan risiko plasenta akreta pada kehamilan selanjutnya. Karena itu, WHO dan FIGO telah menyarankan penggunaan aspirasi vakum manual (AVM) untuk tatalaksana operatif, karena mempunyai risiko perdarahan dan nyeri yang lebih kecil, lama rawat yang lebih singkat, serta mengurangi risiko komplikasi.

Dari penelitian yang dilakukan Guttmacher Institute di Pulau Jawa tahun 2017, ditemukan bahwa hanya 1,5% Puskesmas mampu PONED yang menyediakan layanan asuhan pasca keguguran, meskipun layanan tersebut telah masuk ke dalam pedoman dan kurikulum pelatihan Puskesmas mampu PONED. Proporsi RSIA/ RSAB yang tidak memiliki tenaga dan kapasitas layanan yang memadai untuk asuhan pasca keguguran adalah sebesar 47%, sedangkan untuk RS tipe C dan tipe D, proporsinya adalah sebesar 66%. Tatalaksana keguguran dengan metode aspirasi vakum hanya dilakukan pada 7% pasien, sedangkan tatalaksana dengan misoprostol sebesar 1%, meskipun kedua metode tersebut adalah metode yang direkomendasikan WHO karena lebih aman dari kuretase tajam. Konseling kontrasepsi hanya diberikan di 69% fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta. Hambatan utama pelayanan antara lain tidak adanya petugas kesehatan terlatih, alat dan perlengkapan, serta obat-obatan yang dibutuhkan. Untuk menjamin tersedianya asuhan pasca keguguran bagi semua perempuan yang membutuhkannya, diperlukan sebuah pedoman nasional sebagai acuan pelaksanaan layanan asuhan pasca keguguran yang komprehensif di fasilitas kesehatan sesuai dengan tingkatan dan kapasitasnya.

Artikel ini disarikan dari Pedoman Nasional Asuhan Pasca Keguguran yang Komprehensif, Kementrian Kesehatan RI tahun 2020 dan Rancangan Strategi Peningkatan Akses Masyarakat Pada Layanan APK yang Berpusat Pada Perempuan Yayasan Ipas Indonesia – Proyek PEKERTi 2019-2020

Kategori

Tag

Dapatkan
Nawala Kami

Berikan Komentar

Leave A Comment