Pemerintah Kota Surakarta menegaskan komitmennya untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk memutus rantai kekerasan terhadap perempuan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas P3AP2KB Kota Surakarta, Purwanti, dalam acara talkshow peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP), EmpowerHer: Mengangkat Suara Terpendam, Melawan Kekerasan, yang diselenggarakan di Balai Kota Surakarta, 28 November 2023.
Diskusi ini bertujuan untuk membahas implementasi UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di Kota Surakarta. Acara ini merupakan kolaborasi antara Pemda Kota Surakarta, khususnya DP3AP2KB dengan SPEK-HAM Surakarta dan Yayasan Inisiatif Perubahan Akses menuju Sehat (IPAS) Indonesia yang didukung oleh Pemerintah Kanada.
Dalam sambutannya, Purwanti menegaskan, pemerintah memiliki kewajiban untuk mengawal implementasi UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS agar korban mendapatkan layanan dan hak sesuai dengan amanat dari UU tersebut. Menurutnya, pengawalan ini membutuhkan kerja sama mulai dari sisi pemerintah sendiri, media, para aktivis dan semua lapisan masyarakat.
“Melalui peringatan 16 HAKTP tahun 2023, kami mengajak seluruh pemangku kepentingan agar bersatu dalam upaya memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, khususnya di Kota Surakarta,” tegas Purwanti.
Ia menambahkan, acara peringatan 16 HAKTP ini selaras dengan tujuan Pemerintah Kota Surakarta untuk menurunkan angka kekerasan berbasis gender. Ia mencatat, selama 2022 ada 104 kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tersebar di lima kecamatan di Kota Surakarta. Di tahun ini, Pemerintah Kota Surakarta juga menargetkan adanya komitmen bersama untuk mewujudkan kelurahan ramah perempuan.
Secara singkat, Purwanti juga menyingung inisiatif pemerintah Kota Surakarta untuk mengawal implementasi UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS di Kota Surakarta. Di antaranya adalah sosialisasi pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi, penyusunan buku saku pedoman pencegahan kekerasan seksual di perguruan tinggi, dan sosialisasi pencegahan KDRT melalui media massa. Selain itu, pemerintah juga melakukan program seperti trauma healing dan peningkatan kapasitas bagi korban dan penyintas kekerasan.
“Melalui kegiatan ini kami berharap ada sebuah komitmen bersama baik lembaga, masyarakat, media, perguruan tinggi untuk bersama-sama mewujudkan Kota Surakarta tidak ada lagi kekerasan perempuan,” pungkasnya.
Komitmen tersebut diharapkan menjadi langkah awal untuk menciptakan inovasi atau modelling dari implementasi UU TPKS di Kota Surakarta, jelas dr. Marcia Soumokil, Direktur Eksekutif Yayasan IPAS Indonesia. Melalui pendanaan dari Pemerintah Kanada, Yayasan IPAS Indonesia dan mitra lokal akan bekerja sama lewat proyek ARUNIKA untuk mendorong modelling tersebut selama 3,5 tahun ke depan di Kota Surakarta.
“Kami berharap kerja sama dengan seluruh stakeholder, pemerintah dan masyarakat sipil bisa menciptakan modeling layanan yang integratif bagi korban dan penyintas kekerasan seksual dan gender sesuai dengan amanat UU No. 12 Tahun 2022 tentang TPKS,” ujar Marcia.
Praktik-praktik atau model untuk menurunkan angka kekerasan dan penanganan korban berbasis konteks lokal memang telah lama menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kanada. Untuk itu, Pemerintah Kanada sangat antusias untuk mendorong adanya inovasi layanan yang integratif dalam penanganan kasus kekerasan di Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kanada yang mengarusutamakan hak perempuan.
“Saya percaya Jawa Tengah bisa menjadi provinsi percontohan di Indonesia dalam menangani dan menurunkan kekerasan terhadap perempuan” ujar Kevin Tokar Counsellor and Head of Development Cooperation Kedutaan Kanada untuk Indonesia.
Dalam kegiatan ini, sejumlah stakeholder dari Dinas P3AP2KB, Komisi IV DPRD Kota Surakarta, Dinas Kesehatan, UPT PPA dan RSUD Moewardi, menandatangani komitmen bersama untuk mewujudkan Kota Surakarta bebas dari kekerasan seksual.