Skip to content Skip to footer

KUPI II: Negara Harus Mengubah dan Menyelaraskan Regulasi

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II yang berlangsung pada 24-26 November 2022 salah satunya menghasilkan rekomendasi bahwa Negara harus mengubah dan menyelaraskan regulasi agar berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan mengimplementasikannya secara konsisten. Yayasan IPAS Indonesia mendukung penuh rangkaian kegiatan ini.

Hari pertama kongres diawali dengan penjelajahan kota tua di antaranya berziarah ke makam Ratu Kalinyamat dan mengunjungi jejak-jejak RA. Kartini di museum Kartini di Jepara. Pembukaan kongres dilakukan di malam hari dan berlangsung pula kirab budaya di lingkungan pesantren. Acara ini dibuka oleh Nyai Badriyah Fayumi dengan pidato Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan.

Kegiatan pra-musyawarah keagamaan dimulai pada 25 November 2022 dengan banyak topik, salah satunya ialah Menjaga Jiwa Perempuan dari bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan. Pra-musyawarah keagamaan untuk fatwa ini dibuka oleh seorang ulama perempuan yang juga Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor.

Beliau menyuarakan tentang pentingnya penyelamatan jiwa perempuan korban perkosaan dari kehamilan akibat perkosaan, yang beliau contohkan juga terjadi di lingkungan pesantren. Tingginya angka kematian ibu karena praktek aborsi tidak aman membuat beliau melakukan berbagai penelitian. Menurutnya, agama Islam memberikan kejelasan keberpihakan pada perempuan dalam situasi pelik, terutama situasi yang mengancam jiwa.

Masih dalam penuturannya, perempuan korban perkosaan rentan untuk mengalami depresi berat yang tak jarang menyebabkan tindakan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri. Ulama-ulama sepakat bahwa penghentian kehamilan setelah peniupan ruh (120 hari) merupakan sebuah tindakan yang dilarang, kecuali untuk menyelamatkan perempuan. Sejatinya, ulama memberikan ruang gerak bagi perempuan korban perkosaan untuk menghentikan kehamilan.

“Aborsi pada kehamilan akibat perkosaan sebelum berusia 120 hari adalah boleh. Dalam kondisi kehamilan usia berapa pun yang mengancam keselamatan jiwa perempuan maka aborsi wajib. Sebaliknya, jika aborsi justru mengancam keselamatan jiwa perempuan maka haram. Melindungi jiwa perempuan yang hamil akibat pemerkosaan adalah wajib,” tegas Maria.

Keinginan Maria Ulfah tidak muluk-muluk; perubahan pola pikir tenaga kesehatan untuk akses layanan aborsi aman bagi korban. Ada banyak tenaga kesehatan yang menolak permintaan ini karena ketakutan akan dosa.

“Aborsi ini urusan kesehatan, bukan moral. Harapan saya, penyelamatan jiwa korban perkosaan dapat mendesak untuk disosialisasikan agar sejalan dengan implementasi UU TPKS,” tutup Maria.

Musyawarah keagamaan untuk fatwa dilaksanakan pada hari terakhir kongres. Musyawarah ini mementingkan pengalaman perempuan, dengan tiga metode pendekatan; mubadalah (kesalingan), ma’ruf (kebajikan), dan keadilan hakiki perempuan.

Di akhir kongres, fatwa Menjaga Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan dibacakan oleh Hj. Masyitah Umar, Guru Besar Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin. Simak fatwa tersebut melalui video berikut:

RekomendasiKUPI II Menjaga Jiwa Perempuan dari Bahaya Akibat Perkosaan di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari, Bangsri, Jepara, 24-26 November 2022

Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan, menyebabkan perempuan tersudut oleh kehamilan, stigma, dan diskriminasi. Oleh karena itu:

  1. Negara harus mengubah dan menyelaraskan regulasi agar berpihak pada keselamatan dan perlindungan jiwa perempuan dan mengimplementasikannya secara konsisten.
  2. Negara harus mempercepat penyusunan dan implementasi berbagai kebijakan yang terkait kelompok rentan kekerasan, terutama peraturan pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
  3. Masyarakat sipil perlu terlibat secara kritis dalam pengawasan pelaksanaan kebijakan negara, melakukan edukasi masyarakat, dan pendampingan pada korban.
  4. Jaringan KUPI perlu mengakselerasi gerakan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dengan perspektif pengalaman perempuan dalam pandangan keagamaan.

Go to Top
EN ID