Sejak 2023, Yayasan IPAS Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Nusa Tenggara Timur untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) serta meningkatkan akses kontrasepsi atau Keluarga Berencana (KB). Kerja sama ini terjalin melalui proyek Tekad Bersama untuk Kesehatan Perempuan Nusa Tenggara (TAKENUSA). Proyek ini dijalankan di tiga kabupaten yakni, Kupang, Timor Tengah Selatan, dan Flores Timur.
Pada Juni 2025, tim Yayasan IPAS Indonesia bertemu dengan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Iwan Martino Pellokila, S.Sos. Di kantornya yang terletak di Jalan Pulau Indah, Kota Kupang, kami berbincang terkait kondisi kesehatan perempuan di NTT. Kami juga ingin tahu bagaimana perjalanan proyek TAKENUSA berkontribusi kepada isu AKI dan KB.
Selamat siang Pak Iwan, apa kabar? Boleh diceritakan bagaimana keseharian Bapak sebagai Kepala Bidang KesMas (Kesehatan Masyarkat) di Dinas Kesehatan?
Kalau keseharian ya, kalau saya selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat ya, tentunya juga berkaitan dengan hal-hal yang kesehatan masyarakat pada umumnya. Ya, antara lain misalnya seperti hari ini topiknya kita berbicara tentang APK atau Asuhan Pasca Persalinan (red: Keguguran). Nah, ini juga perlu mendapat perhatian dari teman-teman semua.
Kalau boleh tahu, bagaimana perjalanan karier Bapak hingga saat ini menjabat seagai Kepala Bidang KesMas?
Kalau berbicara saya di Dinkes NTT itu, saya masuk di Dinkes itu 2017. Jujur saya ini bukan orang [latar belakang] kesehatan. Saya orang pemerintahan. Yang awal karier saya itu di Biro Pemerintahan. Tetapi tahun 2017 saya pindah ke Dinas Kesehatan. Waktu itu ada yang namanya Bidang Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Saya di situ. Tetapi karena harus bergabung ke Dinas Kesehatan yang semula di Biro Pemerintahan harus bergeser dan pindah ke Dinas Kesehatan. Itu mulai awal karier saya ketika masuk di dunia kesehatan. Nah seterusnya pada tahun 1 Januari 2021 itu saya ditunjuk sebagai Plt (Pelaksana tugas) Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Terus Plt itu berlanjut sampai sampai 28 Mei 2021 [hingga] saya dilantik.
Sebagai Kepala Bidang KesMas, sebetulnya bagaimana gambaran kondisi AKI dan KB di Provinsi NTT?
Jadi kalau secara umum berbicara tentang layanan KB, termasuk di dalamnya APK ini, kalau menurut data yang kami punya itu memang masalah keluarga berencana, dan APK itu sendiri masih menjadi sebuah pergumulan yang besar bagi kita di NTT. Hal ini terbukti, misalnya kita bisa melihat bahwa masih tingginya angka kematian ibu dan bayi balita di Provinsi NTT. Artinya apa? Dengan angka-angka ini sebenarnya menunjukkan bahwa akses terhadap layanan kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan keluarga berencana, maupun APK itu sendiri, perlu didorong untuk menjadi sebuah layanan yang memang betul-betul maksimal, sehingga ke depan kita mengharapkan bahwa akan terjadi penurunan angka-angka, misalnya untuk angka kematian ibu, angka kematian bayi balita itu di Provinsi NTT, yang cukup-cukup signifikan.

Sebetulnya, apa yang menjadi tantangan dalam menurukan AKI dan meningkatkan akses KB?
Baik, kalau berbicara tantangan, kan tentunya kita harus melihat bagaimana masyarakat itu dapat mengakses fasilitas kesehatan. Sedikit berbeda dengan kondisi misalnya di Jawa. [Pulau] Jawa ini kan provinsinya [kebanyakan di] daratan. Kalau kita kepulauan. Nah, ini tentunya ada kendala tersendiri. Ada tantangan tersendiri. Tetapi dengan kondisi kita hari ini, kita tidak bisa memungkiri bahwa masih diperlukan peningkatan kompetensi, peningkatan kapasitas dari nakes (tenaga kesehatan) yang ada. Itu, satu. Yang kedua, ketersediaan sumber daya manusia yang memang sudah punya kompetensi untuk menangani hal-hal tersebut.
Khususnya kalau hari ini kita berbicara tentang APK atau Asuhan Pasca Keguguran, ini perlu terus ditingkatkan karena kalau melihat data yang ada itu juga masih cukup tinggi APK ini. Jadi, kalau kita menarik benang merahnya dengan data yang ada, ini tentunya kita membutuhkan tenaga-tenaga yang mampu untuk melakukan sesuai dengan SOP yang ada terkadang penanganan APK dimaksud. Sehingga persoalan-persoalan kesakitan, kematian ibu, bayi, dan balita itu dengan sendirinya bisa ditekan atau bisa diminimalisir.
Apakah ada tantangan lain?
Kalau berbicara infrastruktur, ya kita juga infrastrukturnya sangat-sangat terbatas. Kalau berbicara tentang puskesmas atau faskes tingkat pertama, itu kita punya sudah mencapai 440 puskesmas. Tetapi, jumlah itu belum dibareingi dengan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan yang memadai bagi sebuah puskesmas.
Usaha apa yang telah dilakukan oleh Dinkes untuk mengurai tantangan tersebut?
Kalau berbicara tentang apa yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, tentunya kita tidak bisa keluar jauh dari kewenangan yang ada pada pemerintah provinsi. Nah, kalau kewenangan yang ada pada pemerintah provinsi itu kan sifatnya supervisi, monitoring, evaluasi, peningkatan kapasitas. Nah, inilah yang menjadi peran pokok dari pemerintah provinsi dalam hal ini Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk bisa bagaimana meningkatkan kapasitas, meningkatkan kompetensi, khususnya pada bidan. Sehingga ke depan persoalan-persoalan menyangkut kesehatan reproduksi itu seharusnya atau setidak-tidaknya bisa diminimalisir.
Lalu, bagaimana dengan proyek TAKENUSA?
Nah, saya turut berbahagia tentunya dengan adanya kehadiran Yayasan IPAS Indonesia dengan program TAKENUSA itu memang kalau mau dilihat program ini juga cukup bagus dan memberikan dampak yang positif bagi masalah kesehatan reproduksi khususnya asuhan pasca keguguran.
Nah, ini dampak positif yang saya rasakan dengan adanya pelatihan-pelatihan yang difasilitasi, yang digagas oleh Yayasan IPAS Indonesia ini menambah kesan, menambah referensi bagi tenaga-tenaga kesehatan, khususnya para bidang untuk pelayanan di fasilitas kesehatan.
Dampak apa yang terlihat dari proyek TAKENUSA?
Jadi, kalau bicara dampaknya langsung ya, dampaknya langsung, kan kita melihat nih sekarang yang proyeknya IPAS Indonesia ini kan ada di tiga kabupaten dan ada di kota Kupang ya memang kalau secara kasat mata kita tidak bisa melihat secara signifikan perubahan yang ada. Tetapi kalau mau dilihat dari tingkat partisipasi atau aktivitas para ibu bersalin di puskesmas atau di fasilitas kesehatan lain itu memberikan dampak yang cukup signifikan.
Nah, harapan kami ke depan ini program-program seperti yang digagas saat ini tidak hanya di tiga kabupaten ini bisa diperluas lagi dengan ya mungkin program-program lain yang berkaitan juga dengan kesehatan reproduksi.