Kolaborasi Multi-Stakeholder untuk Merencanakan dan Menganggarkan Program Kesehatan Reproduksi di Nusa Tenggara Timur   

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memiliki sejumlah peraturan untuk meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi. Di antaranya adalah Peraturan Daerah (Perda) No. 2 Tahun 2018 tentang Sistem Kesehatan Daerah. Dalam Perda tersebut mengatur tentang berbagai aspek penyelenggaraan kesehatan di NTT, termasuk isu terkait pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk aspek kesehatan reproduksi.  

Meski begitu, kondisi kesehatan reproduksi terutama Angka Kematian Ibu (AKI) dan akses terhadap Keluarga Berencana (KB) di NTT masih jauh dari kata ideal. Data menunjukkan, pada 2023 sebanyak 135 kasus AKI terjadi di NTT. Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan provinsi di Pulau Jawa. Lalu, data dari BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana) menunjukkan persentase penggunaan kontrasepsi jangka panjang masih jauh dari target nasional, yakni 57% dari 70%.   

Melihat kondisi tersebut, perlu adanya kolaborasi untuk merencanakan dan menganggarkan program khususnya untuk intervensi kesehatan reproduksi di NTT. Dengan begitu, AKI bisa diturunkan serta penggunaan kontrasepsi jangka panjang semakin meningkat dengan adanya dukungan perencanaan dan penganggaran.   

Health System Strengthening Advisor Yayasan IPAS Indonesia Eliza Permata Sari mengatakan, “perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi dengan program kesehatan reproduksi membantu menetapkan prioritas layanan, target pencapaian, dan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut melalui langkah-langkah berkesinambungan dalam proses pembangunan daerah.”  

Untuk mendukung integrasi tersebut, Yayasan IPAS Indonesia melalui proyek TAKENUSA (Tekad Bersama untuk Perempuan Nusa Tenggara), menyelenggarakan workshop peningkatan kapasitas multi-stakeholder untuk mewujudkan kesehatan reproduksi yang lebih baik yang fokus pada perencanaan dan penganggaran.   

Kegiatan ini dilakukan wilayah kerja TAKENUSA yakni, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, dan pada level Provinsi NTT pada 20-28 Februari 2025. Kegiatan ini melibatkan pihak dari Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Provinsi NTT, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, rumah sakit dan Puskemas dari wilayah kerja TAKENSA.   

Kepala Bapperida Provinsi NTT Dr. Alfonsus Theodorus, ST., MT. mengapresiasi workshop ini. Ia mengatakan, workshop ini sangat bertepatan dengan masa penyusunan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Provinsi NTT periode 2025-2029.   

Dari workshop di tiga kabupaten tersebut, berikut adalah tantangan yang perlu dipecahkan untuk mendukung perencanaan dan penganggaran program Kesehatan Reproduksi yang lebih baik di NTT:   

  1. Perlu adanya dukungan kebijakan yang selaras dengan program intervensi kesehatan reproduksi  
  1. Perlu adanya kolaborasi antara lembaga baik dari pemerintah dan non-pemerintah   
  1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pemberi layanan kesehatan   
  1. Memastikan ketersediaan perlengkapan kesehatan terutama untuk program Keluarga Berencana   
  1. Pendekatan sosial budaya agar masyarakat mau mengakses layanan kesehatan   
Gulir ke Atas