Yayasan IPAS Indonesia bekerja sama dengan Yayasan CIS Timor Indonesia melakukan Mekanisme Umpan Balik (MUB) terkait dengan layanan kesehatan reproduksi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur. MUB ini merupakan bagian dari proyek TAKENUSA (Tekad Bersama untuk Perempuan Nusa Tenggara) dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan reproduksi.
Layanan yang difokuskan pada MUB ini adalah terkait dengan layanan Keluarga Berencana (KB) dan Asuhan Pasca Keguguran (APK). Sebelumnya, Yayasan IPAS Indonesia telah melakukan pelatihan kepada penyedia layanan seperti bidan, dokter, dan dokter spesialis kandungan dan kebidanan untuk layanan APK pada Agustus – September 2024. Kemudian untuk pelatihan KB kepada bidan dilakukan pada Desember 2023 – Mei 2024.
MUB ini merupakan tindak lanjut untuk melihat seberapa jauh pendapat masyarakat setelah mengakses layanan tersebut. Masukan dari masyarakat itu kemudian didiskusikan dan diputuskan secara bersama-sama lalu ditindaklanjuti dan dimonitor secara gotong royong.

Di Kabupaten TTS, MUB dilakukan di dua kecamatan yakni di Amanuban Selatan dan Amanatun dengan mengundang 27 perempuan yang mengakses layanan berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan kontrasepsi dalam kurun waktu enam bulan terakhir di dua puskemas, yakni Panite dan Oinlasi.
Fasilitator MUB Serli Rambu Anawoli mengatakan, topik yang kerap dibahas dalam kegiatan itu adalah terkait dengan akses, terutama jarak dari rumah masyarakat ke fasilitas kesehatan, karena kondisi jalanan yang rusak. Selain itu, sejumlah masyarakat juga membahas isu terkait dengan ketersediaan alat layanan seperti alat USG.
“Selain itu juga mereka mengeluhkan tentang kualitas pelayanan tenaga kesehatan, misalnya bidan perawat atau dokter,” imbuhnya.
Secara umum umpan balik yang disampaikan oleh masyarakat di kedua puskemas itu aadalah:
- Cara komunikasi tenaga kesehatan yang masih dinilai kurang ramah terhadap pasien
- Ketersediaan obat untuk kasus keguguran dan ketersediaan alat kontrasepsi yang masih kurang
- Kurangnya informasi terkait dengan jenis kontrasepsi dan informasi terkait kesehatan reproduksi secara umum
- Waktu tunggu layanan yang masih dinilai terlalu lama
Selama mendampingi MUB, Serli sangat berkesan ketika mendengar sejumlah ibu-ibu yang berjuang untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. Hal ini penting karena memang sudah ada peraturan daerah yang melarang proses persalinan di rumah.

“Ada cerita dari salah seorang ibu dimana untuk bisa melahirkan di fasilitas kesehatan ibu ini harus menggunakan ojek dari rumah. Dimana kondisi ibu saat itu sudah pembukaan dua. Ibu ini berasal dari Desa Lanu, dimana jarak Desa Lanu ke Puskesmas Oinlasi itu jauh dengan kondis medan yang sulit. Sampai di puskesmas, dengan segala macam kesakitan yang dialami ibu ini tetap berjuang untuk bisa melahirkan di puskesmas,” kenangnya.
Kegiatan MUB ini dilakukan dalam tujuh tahapan. Fase pertama adalah perencanaan dan persiapan. Lalu, disusul dengan diskusi dan wawancara secara mendalam kepada perempuan yang telah mengakses layanan. Tahapan ketiga adalah pemaparan untuk menyampaikan hasil wawancara dan diskusi tersebut. Selanjutnya adalah penyusunan rencana tindak lanjut terkait dengan usulan atau saran. Fase-fase ini telah dilakukan pada Maret hingga April 2025. Setelah itu baru fase pelaksanaan usulan tersebut. Tahap terakhir adalah monitoring bersama dan pelaporan.
Salah satu warga yang aktif dalam pertemuan MUB, Mama Odiana Nuban mengatakan, topik yang ia sampaikan dalam forum itu adalah terkait dengan layanan pemasangan kontrasepsi di puskesmas. Menurutnya, pelayanan di puskesmas cukup baik.
“[Hanya saja] dalam hal pendaftaran, karena biasa alasan di jaringan, jadi kalau pelayanan pasien banyak bisa sampai sore,” imbuhnya.
Sebagai informasi, puskesmas telah menerapkan rekam medik elektronik. Dengan sistem itu, proses pendaftaran pasien harus menggunakan aplikasi yang membutuhkan akses internet. Kalau kondisi jaringan internet tidak bagus, hal itu menghambat proses pendaftaran. Kendala itulah yang dialami oleh Mama Odiana.
Terkait dengan umpan balik yang disampaikan dalam forum MUB, Kepala Bidang Layanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten TTS Yusiani Nenosono menyambut dengan baik. Menurutnya, hal-hal yang didiskusikan dalam MUB ini merupakan bagian dari menggali kebutuhan dari masyarakat.
“Dari Bidang Pelayanan, kami belum pernah melakukan evaluasi dengan masyarakat. Jadi selama ini kami hanya melakukan evaluasi dengan puskesmas dengan menyiapkan puskesmas untuk diakreditasi. Ini adalah suatu pembelajaran bagi kami untuk kami juga bisa mengadopsi kegiatan-kegiatan seperti ini, untuk betul-betul bisa mendapatkan informasi yang lebih banyak dengan masyarakat,” ujar Yusiani.
Dalam forum MUB, Yusiani juga menanggapi waktu tunggu yang cukup lama dalam pelayanan. Ia berjanji melakukan evaluasi untuk memperbaiki layanan tersebut.

“Kami akan melakukan evaluasi supaya puskesmas itu tidak hanya menempatkan satu tenaga saja di poli atau di loket pendaftaran, karena sekarang sistemnya harus pakai aplikasi rekam medik elektronik jadi memang prosesnya agak lama, jadi nanti kami akan menjelaskan ke puskesmas untuk menambah staf di bagian-bagian tersebut,” paparnya.
Dalam proses MUB ini, masyarakat diharapkan tidak hanya menjadi pengakses layanan saja, tetapi juga berperan aktif dalam memberikan masukan terhadap layanan yang tersedia. Proses ini membuka ruang dialog antara masyarakat dan penyedia layanan, sehingga kebutuhan riil di lapangan dapat teridentifikasi dengan lebih baik.
Harapannya, sinergi antara masukan masyarakat dan peningkatan kapasitas penyedia layanan akan menciptakan sistem pelayanan yang lebih efektif, berkelanjutan, dan sesuai dengan kebutuhan lokal.
Tentang Proyek TAKENUSA
Proyek TAKENUSA diluncurkan pada 2023 dengan wilayah kerja di Kabupaten TTS, Kupang dan Flores Timur. Proyek ini bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu di NTT melalui penguatan layanan Asuhan Pasca Keguguran yang komprehensif. Selain itu, TAKENUSA juga diharapkan bisa meningkatkan layanan kontrasepsi.