Memastikan Layanan Pasca Keguguran yang Berkualitas melalui Penyusunan Panduan: Pembelajaran dari Kabupaten Kupang 

Dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), Yayasan IPAS Indonesia berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Kupang melalui proyek TAKENUSA (Tekad Bersama untuk Kesehatan Perempuan Nusa Tenggara). Intervensi dilakukan di tiga fasilitas kesehatan, yakni RSUD Naibonat, Puskesmas Sulamu, dan Puskesmas Camplong. 

Salah satu strategi utama adalah peningkatan kapasitas tenaga kesehatan melalui pelatihan Asuhan Pasca Keguguran (APK) yang komprehensif. Pelatihan ini menjadi krusial mengingat masih maraknya praktik aborsi tidak aman yang dilakukan melalui dukun atau penggunaan obat-obatan tanpa pengawasan medis, yang membahayakan keselamatan ibu dan bayi. 

Namun, tantangan muncul dalam implementasi layanan APK meski setelah pelatihan. Dokter Herwinda Geraldine, M.Ked.Klin., SpOG dari RSUD Naibonat mengungkapkan bahwa layanan APK di institusinya belum seragam. Masing-masing tenaga kesehatan memiliki interpretasi sendiri dalam memberikan layanan, bahkan setelah pelatihan dilakukan pada Agustus–September 2024. 

Dokter Herwinda Geraldine, M.Ked.Klin., SpOG duduk di ruang kerjanya di RSUD Naibonat.

“Perubahan mulai terasa ketika Yayasan IPAS hadir mendampingi. Mereka tidak datang membawa aturan kaku, melainkan membuka ruang dialog dengan dokter, bidan, perawat, dan juga manajemen rumah sakit serta puskesmas. IPAS Indonesia mengajak semua pihak melihat pentingnya sebuah panduan yang jelas, bukan hanya untuk tenaga kesehatan, tetapi juga untuk melindungi hak pasien,” ujar Dokter Herwinda. 

Pada November 2024, Yayasan IPAS Indonesia memfasilitasi penyusunan Panduan Praktik Klinis (PPK) dan Standard Operating Procedure (SOP) layanan APK di Kabupaten Kupang. Proses ini dilakukan secara partisipatif bersama Dinas Kesehatan dan manajemen RSUD Naibonat. 

Dokter Ni Ketut Sri Aryani mengenang proses pembuatan dua dokumen tersebut. “Proses pembuatan PPK dan SOP, kami duduk bersama-sama merumuskan. Setelah disepakat kami berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan dan Bidang Pelayanan. Setelah berkonsultasi dan tidak ada revisi, PPK dan SOP ditandatangani Direktur RSUD Naibonat kemudian diperbanyak untuk didistribusikan ,” kenang Dokter Ketut. 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang, Yoel Midel Laitabun, S.Si, M.Kes, menegaskan pentingnya dokumen tersebut sebagai acuan hukum dan standar pelayanan. “Kita tidak bisa bekerja asal bekerja, tetapi ada payung hukum yang kita harus jalankan. Sehingga ada SOP-nya, yang itu mengacu bahwa teman-teman di Puskesmas, teman-teman bidan, itu kan bekerja, mengacu pada standar operasional yang telah dibuat,” tegasnya. 

Dampak nyata mulai terlihat di lapangan. Bidan Elisabet M Palang Wotan, A.Md. Keb dari Puskesmas Sulamu menyampaikan bahwa dengan adanya SOP dan PPK, tidak semua kasus keguguran harus langsung dirujuk ke rumah sakit. Hal ini menunjukkan peningkatan kapasitas layanan di tingkat puskesmas. 

Project Coordinator Stefanus Bere menambahkan bahwa SOP dan PPK ini menyatukan layanan antara RSUD dan puskesmas. “Proses partisipatif dari semua pihak ini meningkatkan rasa kepemilikan dari dokumen SOP dan PPK sehingga tenaga kesehatan mau melakukan apa yang tertulis dalam SOP tersebut,” imbuhnya. 

Meski demikian, tantangan tetap ada, seperti mutasi tenaga kesehatan dan belum semua tenaga sudah terlatih APK. Hal ini menuntut adanya pelatihan berkelanjutan dan penguatan sistem agar layanan APK tetap konsisten dan berkualitas. 

Reporter: Salomi Tabun  

Gulir ke Atas