Bayang-bayang Mitos Kontrasepsi di Nusa Tenggara Timur 

“Informasi yang salah [tentang kontrasepsi] dapat menyebabkan ketakutan kepada masyarakat” kata Mama Oliva Bhanni, Kader Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Linamnutu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Dampak kepercayaan masyarakat terhadap mitos metode kontrasepsi memang sangat serius. Sejumlah warga di Desa Linamnutu, Timor Tengah Selatan, takut memasang alat kontrasepsi karena mitos yang bertebaran. Akhirnya, mereka belum bisa merencanakan Keluarga Berencana atau KB dengan menjarakkan kehamilan dengan ideal.  

Salah satu mitos yang masih menyebar di masyarakat adalah vasektomi bisa menyebabkan alat kelamin pria menjadi tidak bisa ereksi atau impoten. Kemudian, ada juga warga yang masih percaya metode implan dan IUD (Intrauterine Contraceptive Device atau KB spiral) bisa hilang di dalam tubuh.  

Menghilangkan kepercayaan warga terhadap mitos tidaklah mudah. Hal ini diakui oleh Kader PKK bernama Mama Oliva Bhanni. Bertahun-tahun ia mencoba memberikan edukasi agar perempuan berkonsultasi dengan bidan setempat untuk ber-KB saat pelayanan Posyandu di desanya. Akan tetapi, belum semua perempuan memiliki kesadaran tersebut.  

Mama Olivia saat ditemui oleh tim dari Yayasan CIS Timor. Foto oleh: Yayasan CIS Timor 

Ia merasa tambah semangat untuk memberikan sosialisasi soal KB setelah mengikuti diskusi dan kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh Yayasan IPAS Indonesia berkolaborasi dengan Yayasan CIS Timor. Kegiatan itu membahas isu seputar kesehatan reproduksi, gender dan hak perempuan seperti KB. 

“Sebagai perempuan, saya merasa perencanaan kehamilan dengan menggunakan KB itu sangat krusial. Karena itu, informasi terkait dengan KB juga harus valid,” ujarnya 

Setelah mengikuti pelatihan, Mama Olivia sering membagikan materi itu tidak hanya saat kegiatan Posyandu. Di mana ada kerumunan, seperti menanam padi, perkumpulan keluarga, ia mendekat untuk melakukan sosialisasi. Ia merasa percaya diri karena materi yang disampaikan dirasa  dalam pelatihan lebih komprehensif.  

Salah satu warga yang berhasil diyakinkan oleh Mama Olivia adalah Mama Erni Nome. Ia akhirnya memutuskan untuk memasang KB setelah proses panjang mulai dari pemberian informasi, diskusi, hingga sosialisasi bersama dengan keluarganya.   

Mama Olivia mengatakan, Mama Erni mempunyai ketakutan karena sering mendengar bahwa ketika menggunakan KB susuk maka ia akan sulit untuk beraktivitas. Karena mitos itu, ia tidak pernah mau untuk memakai alat kontrasepsi bahkan takut juga untuk bertanya kepada petugas kesehatan yang ada.  

Salah satu kader tengah mengikuti Training of Trainer terkait dengan kesehatan reproduksi. Foto oleh: Yayasan CIS Timor  

“Ada rasa takut dari Ibu Erni untuk menggunakan KB kala itu, tetapi saya berusaha untuk menyampaikan informasi yang ada dengan secara perlahan dan tidak seperti sedang memaksa” imbuhnya. 

Setelah mendapatkan informasi dan arahan dari Mama Oliva, maka ia bersepakat bersama suami pergi ke fasilitas kesehatan untuk menggunakan KB susuk atau implan. Semenjak memakai implan, Mama Erni merasa senang karena sudah mempunyai waktu untuk mengurus diri dan keluarga dengan baik.  

Dari proses ini, Mama Oliva menyadari bahwa masyarakat desa perlu untuk mendapatkan informasi yang baik dan benar.  

Laporan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) tahun 2023 menunjukkan, angka penggunaan kontrasepsi modern di NTT masih di bawah rata-rata nasional. Yakni, berada di angka 42.2% dari 59.40%.  

Diskusi tentang kesehatan reproduksi di Desa Linamnutu. Foto oleh: Yayasan CIS Timor  

Hasil analisis asesmen oleh Yayasan IPAS Indonesia di NTT memperlihatkan salah satu faktor rendahnya angka penggunaan kontrasepsi modern adalah akses informasi soal KB yang kredibel. Banyak perempuan di NTT tidak melanjutkan penggunaan kontrasepsi setelah pemakaian pertama karena kurangnya akses terhadap informasi dan masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap mitos.  

Melalui Proyek TAKENUSA (Tekad Bersama untuk Perempuan Nusa Tenggara), Yayasan IPAS Indonesia mencoba menguatkan kader untuk menjadi pemimpin untuk mendorong perempuan untuk menyadari hak-hak mereka dalam reproduksi, termasuk KB. Selain itu, kami juga melatih bidan untuk meningkatkan kecakapan mereka dalam memberikan pelayanan KB.  

Proyek ini diharapkan bisa mengurangi Angka Kematian Ibu serta mencegah stunting. Dengan ber-KB, perempuan bisa menjaga jarak kehamilan. Dengan begitu, kesempatan untuk menjadi keluarga sejahtera semakin tinggi.  

Scroll to Top