Untuk memperluas akses dan layanan kesehatan bagi korban kekerasan di wilayah kepulauan, Yayasan IPAS Indonesia membuat inisiatif baru di Provinsi Maluku. Proyek tersebut bernama ARUMBAE (Perempuan Mampu dan Berdaya untuk Bebas dari Kekerasan). ARUMBAE mulai dilakukan pada Desember 2024.
Proyek ini bertujuan untuk membuat model layanan bagi perempuan dan remaja perempuan di Provinsi Maluku yang bisa diakses secara tepat waktu dan holistik. Dengan layanan yang seperti itu, perempuan diharapkan bisa mendapatkan haknya untuk bebas dari kekerasan baik berbasis gender maupun seksual.
Pada 2021, sebanyak 382 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tercatat di 11 kota dan kabupaten di Provinsi Maluku. Daerah dengan tingkat kasus kekerasan tertinggi adalah Kota Ambon, yakni sebanyak 189 kasus.
Meski intervensi di layanan kesehatan merupakan isu utama Yayasan IPAS Indonesia, ARUMBAE adalah proyek yang berbeda dibandingkan program-program sebelumnya. Proyek ini secara khusus didesain bertujuan membuat intervensi layanan kesehatan dengan konteks daerah kepulauan. Model layanan ini penting karena Indonesia merupakan wilayah kepulauan.
Seperti catatan Kemenkes, pemerataan akses kesehatan di Indonesia memang masih menjadi tantangan terutama di wilayah kepulauan. Hal ini bisa terlihat dari infrastruktur, akses, jumlah tenaga kesehatan serta kesadaran masyarakat.
“Proyek ARUMBAE ini bertujuan untuk mendekatkan akses sesuai dengan konteks budaya dan kondisi geografis. Dengan begitu, masyarakat terutama perempuan dan remaja perempuan mendapatkan keadilan untuk hak-hak reproduksi mereka,” tegas Direktur Eksekutif Yayasan IPAS Indonesia, dr. Marcia Soumokil, MPH.

Untuk melihat bagaimana kondisi akses kesehatan bagi korban kekerasan, tim Yayasan Indonesia melakukan penilaian awal dengan mengunjungi Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah pada Januari 2025. Tim kami bertemu dengan dinas terkait, organisasi masyarakat serta berdiskusi dengan tenaga kesehatan.
“Selama delapan hari di Maluku, kami bertemu dengan kelompok masyarakat sipil. Memang, teman-teman kelompok masyarakat sipil membutuhkan penguatan dalam mendampingi kasus kekerasan,” ujar Project Coordinator ARUMBAE, Dian Novita.
Sementara itu, di sisi layanan kesehatan, Health System Strengthening Advisor Yayasan IPAS Indonesia, Eliza Permata Sari, mengatakan tata kelola dari pemberian layanan kesehatan juga masih menjadi tantangan. “Semoga kita bisa memetakan dengan baik kondisi layanan kekerasan di Maluku ini untuk membuat strategi implementasi proyek,” tambah Eliza.
Proyek ARUMBAE akan dilakukan di Pronvinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Tengah hingga 2027. Yayasan IPAS Indonesia akan berkolaborasi dengan pemerintah dan juga kelompok masyarakat sipil untuk mengimplementasikan proyek ini.