Krisis Iklim dan Kesehatan Reproduksi Perempuan: Seruan untuk Kolaborasi

Penelitian menunjukkan bahwa krisis iklim berdampak signifikan terhadap kesehatan reproduksi perempuan. Namun, interaksi dan kaitan antara kedua permasalahan ini belum ditangani secara memadai dalam banyak kegiatan pembangunan.

Pada tahun 2022-2023, IPAS Indonesia bermitra dengan Universitas Hasanuddin untuk melakukan studi penelitian mengenai krisis iklim dan kesehatan reproduksi di Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan partisipatif, temuan kami mengungkapkan bahwa krisis air yang disebabkan oleh perubahan iklim telah menyebabkan banyak gangguan dan infeksi pada sistem kesehatan reproduksi perempuan.

Salah satu dampak signifikan dari krisis iklim adalah meningkatnya risiko komplikasi kehamilan. Hal ini mencakup tingginya insiden perdarahan, keguguran, aborsi, dan komplikasi persalinan.

Selain itu, krisis iklim juga berkontribusi pada peningkatan kekerasan seksual dalam rumah tangga dan komunitas. Hilangnya lapangan kerja akibat tidak produktifnya lahan akibat perubahan iklim turut berkontribusi terhadap permasalahan ini. Laki-laki seringkali merasa kehilangan martabat karena gagasan patriarki sebagai pencari nafkah.

Namun, wawasan berharga ini belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam program intervensi krisis iklim yang secara langsung menangani kesehatan reproduksi dan keadilan gender.

Oleh karena itu, IPAS Indonesia secara aktif berkonsolidasi dengan organisasi lingkungan hidup untuk meningkatkan kesadaran akan hubungan yang mengkhawatirkan antara krisis iklim dan potensinya memicu krisis kesehatan, khususnya di kalangan masyarakat rentan yang sangat terpengaruh oleh faktor lingkungan dan tidak memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang layak.

Pada tanggal 19 Maret 2024, IPAS Indonesia menyelenggarakan diseminasi penelitian dengan melibatkan organisasi lingkungan hidup di Jakarta. Tujuan dari acara ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan menyebarkan temuan penelitian IPAS Indonesia tentang titik temu antara krisis iklim dan kesehatan reproduksi.

“Sangat menyedihkan bahwa krisis iklim, yang pada dasarnya adalah krisis kesehatan, telah lama diabaikan dalam diskusi mengenai perubahan iklim,” kata Sudirman Nasir, S.Ked.,MWH.,Ph.D., dosen dan peneliti senior dari Universitas Hasanuddin.

Krisis iklim telah memperburuk ketidakadilan gender dan sosial

Khalisa Khalid, Manajer Keterlibatan dan Aksi Publik dari Greenpeace Indonesia, dalam berbagi pendapatnya tentang penelitian IPAS, menyoroti hubungan mendalam antara krisis iklim dan isu-isu perempuan.

“Penelitian ini menyoroti bagaimana keadilan gender terkait erat dengan kompleksitas krisis iklim. Penting bagi organisasi lingkungan hidup, termasuk Greenpeace, untuk menggali lebih dalam dampak-dampak ini di tingkat masyarakat,” Khalisa menekankan.

Menanggapi temuan penelitian tersebut, Arianto Sangadji, peneliti Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat, mengatakan bahwa bencana yang dipicu oleh perubahan iklim memperburuk kesenjangan antar kelas dalam masyarakat. Saat terjadi bencana, perbedaan kelas ini menjadi lebih jelas, terutama karena infrastruktur pertanian yang penting sering kali hancur.

“Saya percaya isu kuncinya adalah… krisis iklim harus menjadi prioritas, dan solusinya terletak pada perubahan sistem kita. Sistem yang ada saat ini, yang mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, adalah penyebab masalah iklim. Kita hidup dalam sistem kapitalis, dan hal ini perlu diperbaiki; jika tidak, penyelesaian masalah akan semakin sulit,” jelasnya.

Ia menekankan perlunya perubahan sistemik karena selain terkena dampak besar krisis iklim, Indonesia juga merupakan penghasil emisi gas rumah kaca yang signifikan. “Penting untuk diingat bahwa ketika kita berbicara tentang krisis iklim, yang kita maksud adalah akumulasi gas rumah kaca di atmosfer,” tutupnya.

Mempromosikan keadilan reproduksi

Memajukan keadilan iklim, keadilan gender dan keadilan reproduksi secara bersamaan menjadi sangat penting. Studi yang dilakukan oleh Yayasan IPAS Indonesia dan Unhas memperkuat bagaimana isu Keadilan Reproduksi dan krisis iklim saling terhubung. Artinya adalah Keadilan Reproduksi tidak akan pernah tercapai jika Keadilan Iklim dan Gender juga belum terwujud. Karena itu, memajukan keadilan iklim, keadilan gender dan keadilan reproduksi secara bersamaan menjadi sangat penting. Hal itu butuh adanya kolaborasi yang kuat terutama dari organisasi lingkungan dan kesehatan untuk memperkuat ketahanan masyarakat.

IPAS Indonesia akan berkolaborasi dengan organisasi yang memperjuangkan keadilan gender, organisasi lingkungan hidup dan lembaga lokal untuk memulai proyek percontohan inovatif mengenai keadilan iklim dan reproduksi di 44 desa di Sulawesi Tengah selama tiga tahun ke depan. Tujuan kami adalah untuk memberdayakan perempuan, agar mereka tidak hanya bertahan hidup tetapi juga berkembang dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

Scroll to Top